Di Indonesia, tanggal 22 Desember diperingati sebagai hari Ibu. Di
belahan dunia lainnya, peringatan hari Ibu diperingati berdasarkan
tanggal yang telah ditetapkan dalam kebijakan negara tersebut. Di
Amerika Serikat, misalnya peringatan hari Ibu jatuh di kisaran bulan Mei.
Meskipun penetapan hari Ibu di Indonesia jauh dari apa ang terjadi di tanggal 22 Desember 1928 dalam sejarahnya, tetapi ramainya peringatan hari Ibu tersebut menunjukkan bahwa semua orang di belahan dunia ini ingin menunjukkan pernghargaan dan rasa hormat serta bakti mereka kepada sosok Ibu. Yang pastinya, bukan hanya untuk satu hari di tanggal 22 Desember saja, karena menghormati dan menghargai Ibu adalah tuntunan yang harus dilakukan dalam setiap desah nafas manusia.
Dan, menjadi sosok Ibu adalah idaman setiap perempuan. Betapa tidak tergambarkannya rasa bahagia dan bangga itu, ketika tangis bayi pertama terdengar sesaat setelah menahan rasa sakit dalam proses persalinan. Hilang sudah segala rasa tidak enak selama kehamilan dan rasa sakit selama proses persalinan. Bahkan ribetnya nifas selama 40 hari, menahan kantuk di tengah malam karena mendengar tangis si kecil, dan basah kuyupnya pakaian akibat muntah dan ompol.
Semua itu tidak dirasakan oleh Ibu dan tidak pernah pula menghitungnya untuk kelak mendapatkan balasan.
Bahkan ketika sang anak sudah menikah pun, Ibu akan tetap memandang di anak sebagai anak yang masih membutuhkan perhatiannya. Ketika bertandang ke rumah anak-anak pun, Ibu masih ingat makanan kesukaan anak-anaknya, dan membawakannya, meskipun makanan tersebut sangat sederhana.
Demikian pula, saat anak-anak mengunjungi rumah Ibu yang tetap seperti dulu, maka ibu pun akan menyiapkan makanan kesukaan putra-putrinya, dan mengingat kebiasaan putra-putrinya. Dan, dengan hati-hati mengajak bicara putra-putrinya dengan tetap mengingat gaya bicara yang tidak disukai putra-putrinya, sehingga Ibu bisa menghindari gaya bicara dan kata-kata tersebut.
Sosok Ibu memang sosok yang paling bisa menjaga dan membawa diri untuk tetap menyayangi putra-putrinya. Tanpa melihat apakah si anak sudah tidak lagi memerlukan perhatian dan penjagaan itu atau tidak. Dan Ibu pun masih tetap akan melakukan apa yang selama ini dilakukannya untuk putra-putrinya, tanpa mengeluarkan keluh sedikit pun.
Setelah menjadi Ibu, aku bisa menjawab pertanyaan yang pernah aku tanyakan, "Mengapa Ibu tidak pernah sakit?" Yang waktu itu dijawab oleh Ibu, bahwa jika kita tidak ingin sakit maka kita harus bisa menjaga makanan, rajin sholat, rajin mengaji, dan hidup teratur.
Tetapi, setelah menjadi Ibu, ternyata jawabannya jauh dari pada keilmiahan jawaban Ibu, karena Ibu bukannya tidak pernah sakit, tetapi Ibu tidak pernah merasakan sakitnya di depan putra-putrinya. Bahkan sampai di usia sekarang pun Ibu tidak pernah mengeluh sakit, dan selalu menunjukkan ketegarannya.
Yupps ... Ibu memang tidak akan merasakan sakit yang menderanya, karena Ibu tidak ingin membuat anaknya sedih. Ibu akan mengabaikan rasa sakitnya, dan lebih mementingkan kebutuhan anak-anaknya. Sakit, kantuk, lelah, bosan, dan segala rasa negatif itu musnah ketika ada yang dilakukan Ibu untuk anak-anaknya, menjaga, melindungi, dan memelihara fisik dan psikis si anak. Bahkan ketika si anak sudah menjadi Ibu atau Ayah ...
Meskipun penetapan hari Ibu di Indonesia jauh dari apa ang terjadi di tanggal 22 Desember 1928 dalam sejarahnya, tetapi ramainya peringatan hari Ibu tersebut menunjukkan bahwa semua orang di belahan dunia ini ingin menunjukkan pernghargaan dan rasa hormat serta bakti mereka kepada sosok Ibu. Yang pastinya, bukan hanya untuk satu hari di tanggal 22 Desember saja, karena menghormati dan menghargai Ibu adalah tuntunan yang harus dilakukan dalam setiap desah nafas manusia.
Dan, menjadi sosok Ibu adalah idaman setiap perempuan. Betapa tidak tergambarkannya rasa bahagia dan bangga itu, ketika tangis bayi pertama terdengar sesaat setelah menahan rasa sakit dalam proses persalinan. Hilang sudah segala rasa tidak enak selama kehamilan dan rasa sakit selama proses persalinan. Bahkan ribetnya nifas selama 40 hari, menahan kantuk di tengah malam karena mendengar tangis si kecil, dan basah kuyupnya pakaian akibat muntah dan ompol.
Semua itu tidak dirasakan oleh Ibu dan tidak pernah pula menghitungnya untuk kelak mendapatkan balasan.
Bahkan ketika sang anak sudah menikah pun, Ibu akan tetap memandang di anak sebagai anak yang masih membutuhkan perhatiannya. Ketika bertandang ke rumah anak-anak pun, Ibu masih ingat makanan kesukaan anak-anaknya, dan membawakannya, meskipun makanan tersebut sangat sederhana.
Demikian pula, saat anak-anak mengunjungi rumah Ibu yang tetap seperti dulu, maka ibu pun akan menyiapkan makanan kesukaan putra-putrinya, dan mengingat kebiasaan putra-putrinya. Dan, dengan hati-hati mengajak bicara putra-putrinya dengan tetap mengingat gaya bicara yang tidak disukai putra-putrinya, sehingga Ibu bisa menghindari gaya bicara dan kata-kata tersebut.
Sosok Ibu memang sosok yang paling bisa menjaga dan membawa diri untuk tetap menyayangi putra-putrinya. Tanpa melihat apakah si anak sudah tidak lagi memerlukan perhatian dan penjagaan itu atau tidak. Dan Ibu pun masih tetap akan melakukan apa yang selama ini dilakukannya untuk putra-putrinya, tanpa mengeluarkan keluh sedikit pun.
Setelah menjadi Ibu, aku bisa menjawab pertanyaan yang pernah aku tanyakan, "Mengapa Ibu tidak pernah sakit?" Yang waktu itu dijawab oleh Ibu, bahwa jika kita tidak ingin sakit maka kita harus bisa menjaga makanan, rajin sholat, rajin mengaji, dan hidup teratur.
Tetapi, setelah menjadi Ibu, ternyata jawabannya jauh dari pada keilmiahan jawaban Ibu, karena Ibu bukannya tidak pernah sakit, tetapi Ibu tidak pernah merasakan sakitnya di depan putra-putrinya. Bahkan sampai di usia sekarang pun Ibu tidak pernah mengeluh sakit, dan selalu menunjukkan ketegarannya.
Yupps ... Ibu memang tidak akan merasakan sakit yang menderanya, karena Ibu tidak ingin membuat anaknya sedih. Ibu akan mengabaikan rasa sakitnya, dan lebih mementingkan kebutuhan anak-anaknya. Sakit, kantuk, lelah, bosan, dan segala rasa negatif itu musnah ketika ada yang dilakukan Ibu untuk anak-anaknya, menjaga, melindungi, dan memelihara fisik dan psikis si anak. Bahkan ketika si anak sudah menjadi Ibu atau Ayah ...
No comments:
Post a Comment