It's Okay If You're Not Okay

Yolanda Putih di Depan Rumah @floragardenmama Ketika kita bisa memaafkan orang lain, lalu mengapa kita tidak bisa memaafkan diri sen...

Saturday, September 27, 2014

#CeritaPos Penuh Kenangan: Mulai Memilih Kertas dan Amplop, sampai Perangko dan Telegram Indah

Amplop Tempo Dulu- Amplop Air Mail, Lengkap dengan Perangko (Sumber Gambar: Postalhistory)
Berkirim-kirim surat ataupun berkirim ucapan atau pesan pendek lewat telegram melalui kantor pos telah menjadi masa yang terukir indah dalam kenangan. Masa yang mengesankan dan mengharukan untuk dikisahkan kembali ataupun sekedar diingat kembali.
Masa-masa intensif saya berkirim surat terjadi sejak saya duduk SMA dan terus berlanjut sampai saya tinggal di Surabaya. Dari semua masa itu, berkirim surat dan menunggu balasannya merupakan saat-saat yang mengesankan dan mengasyikkan. Memilih warna dan motif kertas, memilih amplop, memilih perangko, dan menentukan gambar kartu pos dan kartu ucapan lewat telegram menjadi aktivitas yang cukup mengasyikkan.

Tidak jarang, saya harus berlama-lama di toko buku hanya untuk memilih kertas dan  amplop yang berbentuk lucu, bergambar unik, dengan warna-warna menarik untuk saya sesuaikan dengan penerima surat. Saat merangkai kata pun demikian, semua rasa ingin diluapkan lewat kata. Semua kabar ingin dirangkai dalam huruf demi huruf, dan tidak oleh ada coretan dalam surat. Karena menulisnya menggunakan tulisan tangan maka kadang-kadang, satu surat bisa menghabiskan beberapa lembar kertas, akibat adanya tulisan yang belum tepat. Kemudian membacanya berulang untuk memastikan tidak ada rasa dan tanya yang tertinggal.
Tidak jarang pula saya juga memilih foto-foto terbaik pula untuk disisipkan dalam surat. Sebagai perekat persahabatan jarak jauh yang tetap terjalin, meskipun hanya melalui uraian rasa dalam kata yang tertuangkan dalam sepucuk surat.

Selanjutnya, jika masih punya persediaan perangko, maka kirim surat bisa saya lakukan via kotak pos. Si kotak warna oranye yang setia berdiri di pinggir jalan. Atau menunggu Pak Pos yang datang mengantar surat ke sekolah atau ke kampus. Masih teringat dalam ingatan, saat istirahat sering menunggu Pak Pos dengan boncengan tas yang menggelantung di sisi kiri dan kanan boncengan sepeda motor oranye. 
Sementara, jika lagi tidak punya persediaan perangko, maka saya harus berjalan ke kantor pos, untuk mengeposkan surat di sana. Sekalian membeli perangko untuk persediaan.

Nah, di sini, senangnya adalah saat ada perangko yang diterbitkan di moment tertentu. Perangko-perangko tersebut akan membawa tema sesuai dengan momentnya. Saat itu, yang masih saya ingat jelas, adalah perangko Hari Anak Nasional, yang bergambar lukisan anak-anak. Dan, waktu itu, saya juga senang mengumpulkan perangko, bahkan saya sempat mengoleksinya dalam satu album filateli. Sayangnya album itu lenyap, karena saya harus sering pindah tempat tinggal.

Dan .... saat yang tidak kalah mengesankan adalah waktu menunggu surat balasan dengan harap-harap cemas. Betapa tidak, surat yang kita kirimkan biasanya membawa segudang cerita dan tanya, sehingga kita juga menunggu respon yang renyah dari seberang sana. Respon yang membawa kabar dan kisah tentang sahabat di seberang sana yang harus kita tunggu dalam rentang waktu yang lumayan menyita rasa dan asa.
Untuk satu area provinsi saja, surat-surat itu biasanya sampai di alamat tujuan paling cepat tiga hari dan bahkan bisa sampai satu minggu. Selanjutnya balasan yang datang pun harus melalui perjalanan yang sama pula. Sehingga tidak jarang, surat yang dikirim hari ini akan baru terbalaskan bulan depan. Terlebih, jika yang dikirimi surat beralamat di kampung yang jauh dengan alur jalan yang tidak bagus. Itulah mengapa, waktu SMA saya menggunakan alamat sekolah untuk alamat korespondensi. Pastinya, ini juga menambah prestise diri di sekolah. Karena, setiap ada surat yang datang, maka nama kita akan terpampang di dinding kantor sekolah sebagai penerima surat. Dan, setiap murid yang membaca list penerima surat, pastinya akan sering melihat nama kita, bukan :-)

Nah, kebetulan juga saat SMA itu, ada adik kelas yang nama depannya sama pula dengan nama saya, dan huruf depan pada nama belakangnya juga sama, sehingga ada kalanya, jika ada nama "Elis S" di dalam daftar, maka kami berdua akan segera mengecek si pengirim surat bersamaan. Untuk memastikan siapa penerima yang sebenarnya.

Saat saya di Surabaya, saya mulai berkenalan kartu ucapan yang menggunakan kartu telegram indah keluaran Kantor Telekom. Jika sebelumnya saya mengirimkan ucapan dengan kartu pos, maka saat di Surabaya saya lebih memilih mengirimkan kartu telegram indah untuk teman-teman terutama saat lebaran. Meskipun secara desain terbatas, tetapi waktu tempuhnya lebih cepat dibandingkan dengan kartu pos ataupun kartu lebaran yang dikirim dengan perangko.
Waktu itu, saya biasa mengirimkan kartu telegram indah melalui kantor pengiriman yang berlokasi di Jalan Sumatera, Surabaya. Lokasinya berseberangan dengan Sahid Jaya Hotel di Jalan Sumatera 1-15. Dekat pula dengan rumah kos, sehingga untuk ke sana, saya hanya perlu berjalan kaki.

Ah, tetapi semua itu telah menjadi kenangan. Bahkan anak-anak saya pun saat ini tidak begitu mengenal penggunaan surat berperangko, karena mereka telah berkenalan dengan surat elektronik, SMS, Chatting, BBM, Facebook, Twitter, dan sebagainya. Saat ini, telah banyak media yang mengantar pesan dengan sangat cepat. Tinggal tekan tombol OK atau KIRIM atau tekan ENTER, pesan-pesan, foto-foto, dan ucapan-ucapan dengan gambar sudah terkirim ke penerima, dan saat itu juga bisa menerima balasan.

3 comments:

  1. Berkirim lewat pos asyik banget ya mak. Rinduuuuu... :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mak tp skrg klo kirim pesan sdh bs via elektronik. kecuali u hal2 tertentu sj....

      Delete
  2. Terima kasih kisahnya tentang kegiatan surat-menyurat Dan bertelegram

    ReplyDelete

About Me

Just a little bit of woman, mom, and wife ...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...